Rabu, 07 Juli 2021

Toxic Parents?

Beberapa waktu yang lalu ada salah satu teman membuat polling antara toxic parents atau toxic friends. Hmm... sebenarnya tentang toxic parents ataupun toxic friends ini seringkali dibahas. Namun, menurut pendapat pribadi saya toxic parents itu tidak tepat. Kenapa saya menyebutkan kurang tepat?

Saya akan bicara tentang kondisi yang saya alami ya. Orangtua itu selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Sayapun juga demikian setelah menjadi orangtua saya juga ingin yang terbaik untuk anak saya. Bahkan semenjak dia berada di dalam rahim saya berusaha mengkonsumsi makanan yang tidak saya suka supaya anak saya sehat. Nah, terkadang tanpa kita sadari ternyata menurut versi orangtua itu itu benar belum tentu si anak merasa benar. Misal nih ya saya ambil contoh. Dulu, waktu saya kecil saya tidak suka dengan yang namanya les. Ibu saya selalu menyuruh saya les seperti Matematika atau Kimia kemudian les aritmatika, les renang. Dulu saya membenci dua pelajaran itu. Saya hanya suka baca, hapalan, menggambar dan menjahit. Saya ingat dulu saya suka sekali membaca apapun itu. Tiap buku nganggur pasti saya baca. Entah itu koran, majalah trubus milik bapak saya pun saya baca. Rasanya ketika saya disuruh les pelajaran itu ingin membuat saya kabur. Pernah juga saya pura-pura sakit demi skip les wkakakkakakaka. 

Nah, menurut orangtua saya les-les itu akan berguna bagi saya kelak. Karena menurut mereka saya bisa jadi dokter. Nah ini salah satu contoh kecil ya. Karena ketidak sesuaian keinginan saya dan orangtua seringsekali kita seorang anak mengecap didikan orangtua mereka adalah sesuatu yang menghilangkan jati diri mereka. Setelah dipikir-pikir satu-satunya yang sesalkan adalah kenapa dulu ya saya meolak les Bahasa Inggris bersama adik saya dan itu lesnya prestisius di jamannya. Menyesal kemudian hari hehehehehe.

Padahal menurut padangan saya sekarang bisa jadi ibu dan bapak saya memetakan kira-kira nanti anak saya bakatnya diapa ya. Mungkin harus dicoba les a,b,c dan seterusnya. Tidak ada yang salah dalam cara didik mereka. Mungkin mereka tidak tahu kalau semisal si anak sudah ngos-ngosan mengikuti pelajaran les yang disediakan kita sebagai orangtualah sebagai wasitnya. Sudah cukup, ganti mungkin dia bukan disitu bakatnya. Sambil mengamati perkembangan si anak selanjutnya. Ilmu mendidik anakpun tidak ada yang benar atau salah. Jaman dulu mungkin orangtua belum mendaptkan informasi yang memadai seperti kita sekarang. Aksesnya hanya terbatas nilai rapor atau penilaian guru di sekolah.

Contoh lagi adalah orangtua punya hutang kemudian si anak diminta orangtuanya membayar hutang-hutangnya atau biasanya disebut sandwich generation. Well, kadang yo miris si anak karena membantu bayar hutang orangtuanya menyebut mereka sebagai toxic. Tau gak sih, ibu kalian melahirkan kalian itu taruhannya nyawa lho, bapak kalian yang kalian sebut sebagai toxic kerja banting tulang menghidupi keluarganya dan gak heran harus ditutupi dengan hutang.

Coba dipikir lagi semua limpahan kasih sayang yang orangtua diberikan itu kalau dirupiahin berapa. Tidak akan cukup kalian membayar hutang-hutang mereka di dunia dalam bentuk rupiah. Setiap doa yang ibu dan bapak kalian panjatkan tidak mampu diganti dengan rupiah ataupun mata yang nilainya paling besarpun. Kesuksesan kita di duniapun itu juga atas selipan doa-doa yang dipanjatkan ibu dan bapak.

Bagaimana dengan orangtua yang abuse? begitu kata teman saya

Jika memang ada orangtua seperti itu harus ada pihak ketiga. Besar kemungkinan orangtua tersebut memiliki inner child yang buruk di masa lalunya sehingga terbawa hingga sekarang dalam mendidik anak. Orang ketiga bisa jadi keluarga terdekat misalnya nenek, kakek, paman, atau bibi atau bahkan psikiater atau lembaga lain. Karena saya punya juga saudara seperti itu dan pihak ketiga yang menengahi adalah nenek beserta keluarga besar saya. Mengingat kejadian tersebut adalah kejadian yang harus ditangani bersama.

Bersyukur masih ada orangtua yang lengkap. Orangtua yang selalu menyelipkan nama kita di setiap doa-doa yang mereka panjatkan. Belajar ikhlas karena tidak ada orangtua yang salah dalam mendidik. Tidak ada yang salah dalam ilmu parenting. Ingat, rejeki yang kita punya hari ini tidak lepas dari doa-doa orangtua kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar