Dear bloggers,
Salah satu novel favorit saya sampai sekarang adalah karya milik Enid Blyton. Novel-novel karya beliau sangat cocok dibaca untuk anak-anak dan banyak sekali pesan moral yang disampaikan beliau di dalam novel-novelnya. Salah satu novel karya beliau yang sangat menginspirasi saya adalah "Gadis Paling Badung di Sekolah". Saya mendapatkan buku ini sekitar tahun 1997 dari istri om saya yang sangat menyukai Enid Blyton. Bahkan saya mendaptkan edisi lama tahun 1975. Iya memang buku lama namun kondisinya masih benar-benar bagus. Maklum istri dari om saya ini penggemar buku dan buku-bukunya dirawat dengan sangat baik.
Saya akan menceritakan sedikit tentang isi buku tersebut,
Gadis Paling Badung di Sekolah ini tidak bosan saya baca berkali-kali. Menceritakan tentang seorang gadis tomboi, cantik, kaya namun sangat bandel dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang bernama Elizabet Ellen. Saya sangat menyukai namanya, sangat cantik bahkan nama keluarganya, Ellen. Elizabeth terbiasa dimanja oleh ayah dan ibunya namun ia sangat cerdas. Latar belakang dalam novel tersebut mungkin sekitar 1940-an.
Elizabeth disayangi oleh semua orang disekitarnya. Nona Scott, pengasuhnya juga sangat menyukai Elizabeth andaikan dia anak yang manis. Namun, sayangnya Elizabeth bandel dan usilnya luar biasa. Dia sering menjahili anak seusianya dan di bawahnya hingga menangis dan kapok bermain dengannya. Orangtuanya juga menyerah dengan kelakuan Elizabeth. Mereka mengaku bersalah karena terlalu memanjakan Elizabeth. Akhirnya, kedua orangtuanya sepakat untuk menyekolahkan Elizabeth dengan sistem asrama, Whyteleafe. Pada jaman itu orang kaya menyekolahkan anaknya dengan sistem home schooling. Namun, karena tidak ada satupun pengasuh yang mampu mengubah tingkah Elizabeth yang luar biasa bandel akhirnya diputuskan dia harus belajar tata krama.
Sebelum, berangkat ke sekolahnya Elizabeth mengancam kedua orangtuanya akan bersikap lebih nakal dari biasanya. Sesampainya di sekolahpun dia akan bersikap lebih nakal daripada biasanya supaya dia dikeluarkan dari sekolah itu. Orangtuanya sangat cemas dengan ancaman putri kesayangan mereka, namun mereka ingin memberi pelajaran tata krama kepada Elizabeth dan dapat bergaul dengan anak-anak sesusianya.
Tenyata sistem sekolah Whyteleafe ini sangat bagus. Saya sendiri sangat heran ketika saya membacanya berulang-ulang. Mereka tidak menjudge murid-murid mereka sebagai anak yang bodoh atau bandel. Bahkan hukuman yang mereka berikan adalah hukuman yang di luar pikiran kita sebagai orang dewasa. Jadi, buku ini benar-benar memberikan inspirasi saya terutama tentang parenting.
Berbagi itu baik,
Pelajaran yang saya dapatkan dalam ilmu parenting dari sekolah Whyteleafe yaitu tentang berbagi. Elizabeth adalah anak tunggal dari keluarga kaya raya. Ibunya membakan banyak sekali makanan dan permen untuk dimakan bersama teman-temannya. Namun, Elizabeth tidak mau berbagi dengan teman-temannya, karena dia memutuskan bersikap bandel supaya cepat dipulangkan dan diusir oleh sekolahnya. Namun, Elizabeth malah kena batunya, karena keegoisannya tidak mau berbagi kue yang dia bawa harus disita oleh ketua kamarnya. Dan lagi dia tidak bisa mencicipi makanan milik teman-temannya yang lebih enak darinya. Di lain waktu Elizabeth kapok tidak berbagi, karena dia kekenyangan dengan kue yang dia punya karena dia harus menghabiskannya sendiri.
Beberapa ilmu parenting yang saya baca, anak berhak menolak meminjami mainan kepada temannya ketika bermain. Namun, sejujurnya saya tidak setuju. Karena menurut saya anak perlu dikenalkan dengan konsep berbagi. Kelak mereka akan hidup bersosialisasi? Lagipula, berbagi itu baik. Tidak semua anak dibesarkan dengan keadaan orangtua yang berkecukupan. Oleh karena itu saya selalu mengajarkan berbagi mainan atau makanan yang dia punya.
Disiplin itu tidak harus dengan kekerasan,
Sistem sekolah Whyteleafe ketika seorang anak yang melakukan kesalahan akan diadakan rapat besar yang dihadiri oleh siswa-siswa asrama tersebut serta guru-guru yang menjadi juri dalam rapat tersebut dan dipimpin oleh anak-anak yang lebih tua yang menjadi kepala murid. Jika ada seorang anak yang melakukan kesalahan misalnya berbuat iseng di kelas, rapat tersebut akan menggelar kejadian perkara. Setelah itu mereka akan menghadirkan saksi kemudian memberikan hukuman displin. Hukuman itu bukan hukuman kekerasan, melainkan mereka diminta untuk membayar denda, dilarang keluar asrama dan pergi ke pasar untuk jalan-jalan, atau malah mereka diminta untuk melakukan hobinya misalkan memberi makan kuda, berkebun, dan lain-lain.
Elizabeth pun ketika dia melakukan kebandelan di kelas dia dihukum untuk memberi makan kuda dan membersihkan kandang kuda. Elizabeth malah senang sekali, karena dia paling suka berkuda. Dia menikmati hukumannya. Justru dia jera untuk melakukan kebandelan lagi.
Tidak ada anak yang bodoh,
Sekolah Whyteleafe sistem pendidikannya sangat bagus. Murid-murid disini selalu diajarkan kejujuran. Terutama ketika ujian. Kepala sekolah menganggap tidak ada murid yang bodoh. Mereka hanya malas dan tidak bekerja keras. Mereka harus menggali minat dan bakat mereka. Dan tentu saja sekolah tersebut menyediakan ekstrakulikuler untuk para muridnya supaya mereka berbakat di dalam salah satu bidang misalnya, berenang, berkuda, cricket, bermainan piano, berkebun, dan lain-lain.
Saya sendiri bisa dikatakan seorang guru yang mengajar di salah satu universitas. Saya selalu mengatakan mahasiswa saya berulang-ulang. Tidak ada anak yang terlahir bodoh. Hanya ada anak pemalas dan tidak ada berusaha belajar.
***
Terus terang, karya-karya Enid Blyton selalu membekas kepada saya. Saya membaca hampir semua karya beliau. Saya tidak pernah bosan membaca buku Gadis Paling Badung di Sekolah ini dan selalu membaca buku tersebut berulangkali. Buku ini juga dicetak berkali-kali karena memang sebagus itu. Itulah buku inspiratif menurut versi saya. Sayang sekali untuk dilewatkan buku ini.
Regards,
Ria Dhea
Tidak ada komentar:
Posting Komentar